Rabu, 27 Juli 2011

Cerita Panasku Dengan Nyonya Peggi High Class

Cerita panas ini bermula saat aku di malang, cerita yang panas tersebut dimulai ketika saya dan client saya sedang mencari sebuah lahan untuk diolah sebagai perusahaaan, saya kebetulan punya kenalan mempunyai lahan yang ingin dikembangkan, singkat kata saya sebagai perantara yang menghubungkan mereka, contact person saya di malang adalah kamila, dia teman saya waktu kuliah dulu, sebenarnya dia adalah asisten dari seorang bos wanita yang high clas di kota malang, sore itu kami janji bertemu di sebuah cafe, tanpa waktu panjang kami mencapai cafe tersebut dan kulihat camila tersenyum menyambut kami di depan cafe yang dijanjikan, tempat yang kami sepakati sejak beberapa hari lalu. Mr. Lie juga tersenyum senang langsung bisa bertemu dengan tangan kanan pemilik lahan yang akan dikelolanya. Tak terasa lagi penat dan pegal menunggu antrian kendaraan di area Lapindo, begitu kulihat perawakan Kamila yang cantik bersama wanita berbahu lebar dan berbuah dada aduhai besarnya itu disampingnya. - Nona Kamila, Mr Lie.

- Nyonya Peggy, Mr. Lie.

Sok tahu aku memperkenalkan mereka, padahal aku belum pernah bertemu mereka berdua, kecuali lewat foto di email yang Kamila kirim.

- Oh Nice to meet you sir, please take a sit – jawab Kamila
- Glad to meet you ma’am – jawab Mr. Lie kepada mereka berdua sambil mengangguk.

Mulailah mereka bertiga berbicara langsung ke topik obrolan yang membawa kami kemari. Aku sudah merasa sudah bukan wilayahku lagi untuk ikut berbicara tentang fungsi pengolahan lahan dekat sungai atau tebing terjal yang dimiliki Nyonya Peggy, boss dari Kamila. Mr. Lie antusias dengan semangat Kamila menjelaskan prospek 5 tahun ke depan tentang penggunaan lahan sebagai tempat rumah makan dan berbagai fasilitas penunjangnya.

Yang pasti, aku mulai merasa segar meihat Kamila yang mengayunkan tangan, menyorongkan badan, menggoyangkan bahu dan olah tubuh lainnya saat menjelaskan sesuatu kepada Mr. Lie. Sekilas aku bisa membaca, Kamila pasti mengenal ilmu beladiri.
Gerakannya gemulai, tapi kutahu ia mengayunkan pergelangan tangannya, memuntir, memilin udara kosong itu bagai penari, tetapi memiliki tenaga.

Sekilas Kamila melirikku sambil tersenyum, lalu melanjutkan berbicara lagi dengan Mr. Lie. Pikiranku yang pegal dan penat di jalan tadi bertambah segar saat memperhatikan Nyonya Peggy, duduk di seberangku. Wanita ini sudah berumur kepala 4 atau melewati awal 50an, tetap terlihat sexy dengan dadanya yang besar, bahunya yang lebar, tetapi bagian bawahnya ramping. Hebat! pahanya berisi, tapi tidak terlalu berlemak, panggulnya tidak terlalu lebar, tetapi perut dan pinggulnya ternyata hampir sekecil perut Kamila. Wow!!

Hampir 2 jam berlalu, mungkin aku hanya berkedip 2 atau 3 kali saja, karena tidak ingin melewatkan pemandangan 2 wanita cantik di kota Malang ini. Aku lebih tertarik dengan gunung hidup yang bergoyang di depanku daripada gunung di Malang sini.

Aku tersenyum ketika Mr. Lie menjabat tangan Nyonya Peggy sambil tertawa senang kemudian menepuk pundakku,

- I told you, it’s gonne work well. I did tell you, din’t ? – Mr. Lie berbicara kepadaku.

Mereka berbicara meneruskan negosiasi yang berkesudahan dengan disepakatinya nilai pengolahan lahan milik Nyonya Peggy. Kali ini aku mengangkat pantatku, berdiri membungkuk pamit untuk ke kamar mandi. Kamila juga mulai berdiri saat ku berjalan sambil memperhatikan pantulan kaca di depanku.

Keluar dari toilet, kulihat Kamila berdiri membelakangiku memperhatikan lift yang turun.

- Apa yang menarik dari lift itu ? – tanyaku

Sambil mengerutkan kening memamndangku, Kamila diam saja berusaha tersenyum, kemudian menggelengkan kepala.

- Ia bisa naik turun dengan kecepatan yang sama, tanpa terasa lelah. isinya keluar masuk sedikit atau banyak tapi tak terasa lelah. Aku sedikit iri dengan lift tersebut. -

Jawabku sambil lalu, melewatinya menuju eskalator, menuju tempat pertemuanku tadi.

- Tapi Mas, mereka kan kadang berhenti kalau sedang kosong, tidak ada yang menekan tombol – Itulah perlunya saya atau Dik Mila untuk menekan tombolnya. – Ibu jari dan telunjukku bergerak seolah memutar sesuatu. – Dan, tergantung tombolnya, Dik Mila, kalau tombolnya pas, dia pasti naik dan turun dengan irama yang tepat. – senyumku nakal menoleh ke wajahnya

Hah!! agak merah mukanya melihat telunjukku yang mengacung ke atas sekarang. tapi dia tetap diam saja. Kamila mengerti candaku ternyata. Kuteruskan saja rada mrepet mrepet arah porno candaku. Semakin merah mukanya. Entah ia suka atau tidak, aku puas bisa mengeluarkan unek2 dari Surabaya ke Malang yang ditempuh berjam-jam gara2 macet Lapindo.

Mr. Lie dan Nyonya Peggy sudah menunggu kami untuk segera membicarakan menyiapkan dokumen yang akan ditandatangani di notaris, yang segera kujanjikan 2 hari lagi bisa ke notaris jika Kamila sudah menyerahkan dokumen yang biasanya dibutuhkan notaris. Dari perbincangan terakhir, sore ini Mr. lie kembali ke hotel tadi tempat kami bakal menginap di Malang dihantar sopir Nyonya Peggy, Nyonya Peggy kembali ke rumahnya di kompleks perumahan daerah sekitar mall ini naik taxi, dan Kamila kembali ke kantor menyiapkan dokumen2 untuk dibawa ke notaris naik kendaraannya sendiri.

Aku? kupilih jalan sendirian ke arah toko buku di lantai atas tadi.

10 menit, 15 menit saat kubaca majalah F1 di rak toko buku, ponselku berbunyi.

- Ini mbak Peggy, dik. terima kasih sekali lagi dipertemukan dengan Mr. Lie. sekarang saya bisa ke Singapore agak lama di sana, merasa tenang lahan di sini bakal dikelola dengan orang yang tepat.
- Oh iya Mbak. Terima kasih juga. Dan saya akan bertambah senang seandainya bonus2 saya ditambah, bukan cuma yang dari Kamila. – candaku.
- Haha, hihihi. Boleh-boleh. Sekarang sedang di mana ? Biar nanti saya ke situ dik.
- Oh saya masih di mall tadi, baca2 buku di toko buku sini.
- Laaah, coba keluar deh dari situ, saya tunggu di mobil dekat tangga lobby nanti. saya pake E300 silver ya.
- Oh iya mbak, saya ke sana, kita langsung ke kantor mbak Peggy atau ke Bank ?
- Hihihi sudahlah kita ketemuan dulu.

Sesaat setelah beberapa waktu berlalu Akhirnya dengan senang kututup pintu mobil Nyonya Peggy ini, membayangkan gaming laptop yang baru bakal kubeli. Dapat bonus tambahan. Huah. Sip.

Nyonya Peggy menghentikan mobilnya di depan pagar rumah besar, yang membuka otomatis saat nyonya Peggy menekan klakson 7 kali. Hahahaha. Bukan otomatis, tetapi pembantunya yang menarik pintu pagar tak terlihat dibalik pagarnya yang tertutup tanaman rambat.

Sesampai di dalam raung tamu,

- Mau minum apa dik ?
- Apa sajalah mbak. – jawabku melirik pantat yang melenggok ke dalam rumah. aduhai indahnya.

Tak lama kemudian Muncul lagi tanpa membawa botol atau gelas, tapi sudah melepaskan rompinya, tinggal blues tipis dan rok mininya, Nyonya Peggy menghampiri dan menarik tanganku perlahan,

- Yuk, lihat dan pilih sendiri di kulkas dalam, tidak ada siapa2 kok. suamiku masih di Singapore. Si Muji di kebun tadi belum waktunya masuk. Kamila tak mungkin kemari dengan tugasnya yang setumpuk itu.

Gak mungkin. Gak mungkin cuma menawari aku minum….

Genggamannya tetap melingkar di pergelanganku. Keras, tapi kalau memang aku ingin melepaskannya, dengan mudah kulepaskan … hanya saja, aku ingin tahu ke mana kita berakhir. Yah, ke depan kulkas beneran. Okelah, kubuka dan kuamati, kuambil beer sebotol dan langsung kubuka. Nyonya Peggy disebelahku melepaskan 2 kancing bluesnya yang atas dan tersenyum.

- sedari tadi aku memperhatikan ke arah mana kedua matamu memperhatikan kami bertiga berbicara, sayang. kau ingin melihatnya secara jelas ?

Hampir muncrat isi beer dalam mulutku dibuatnya. Ia tersenyum, lalu meneruskan melepaskan kancingnya hingga tinggal satu yang paling bawah. Dengan senyum ia mendekat

- Sayang, kau bukalah penutup dadaku ini. Sesak aku dibuatnya.
- Tapi mbak …
- Jangan ragulah sayang, aku tahu engkau menginginkannya sedari tadi. – mengambil botol beerku dan meletakkannya di meja dapurnya,

sementara tangan satunya menarik tanganku mengajaknya menyentuh dadanya.

Kulingkarkan tanganku membuka kancing bra warna biru gelapnya di punggungnya. kulepas ke bawah tersangkut kancing bluesnya yang masih terkancing satu di bawah itu.

Sungguh indah benar buah dadanya terbentang besar, dengan puting agak gelap di keduanya. buesar benar pangkal buah dadanya hingga tak cukup aku mengukur dengan telapak tanganku.

- HIhiiii iiih – ujarnya

Kuremas keduanya, kutarik seolah olah memeras hingga keujungnya, berulang ulang

- aaahhh, sayang …

Kedua tangannya meraih tanganku, lalu menarikku mengajaknya ke sofa. Ia mendorongku terduduk di sofa panjang, lalu mulai membungkuk melepaskan kancing bajuku satu-satu. Kulingkarkan tanganku memeluk pinggangnya dan mencari2 kancing rok bawahnya. segera kubuka dan kutarik ke bawah resletingnya bersama dengan rok bawahnya ke arah lututnya. Mbak Peggy membuka kedua pahanya menahan roknya jatuh, tapi malah memberi kesempatan tanganku mengelus pangkal pahanya yang telah terlihat terbungkus celana dalamnya yang halus tipis itu. Kuelus lembut dan kupijat perlahan bersamaan dengan terbukanya kancing celana panjangku. Ditariknya celanaku ke bawah hingga tinggal celana dalamku saja yang menutup pusakakku. Mbak Peggy mengelus pusakaku secara perlahan dengan genggaman eratnya membuatku meringis … yang segera membalas dengan mengajaknya berdiri dan bertukar tempat. Ia duduk sekarang. Tersenyum dan bermata liar ia melirik pusakaku yang berusaha diraihnya.

- tenang sajalah – bisikku
- coba dinikmati indahnya … – sambil kupijit dan keperah lagi dadanya.
- EHhhh – rintihnya, tangannya masih mencoba meraih pusakaku.

Kali ini dekatkan kepalau ke dadanya dan kubenamkan mukaku kedalamnya sambil menghisap pangkal hingga ujung dadanya, bergantian dengan tanganku yang memerah bagian sebelahnya.

- UUfffhmmm – tanganya di kepalaku sekarang menarik dan menggenggam rambutku yang tidak terlalu panjang ini.

Bukan menarik kepalaku, tapi malah membenamkan ke dadanya, sambil merintih senang. Kuturunkan tanganku yang kanan ke bawah, mengangkat paha kirinya dan memijat betisnya dengan keras kemudian meletakaknnya di atas sofa. Disusul juga dengan tangan kiriku pada kaki kanannya. Tanpa menunggu lama, kedua tanganku sudah bermain di bagian paling sensitif miliknya, yang masih ditutup dengan celana dalamnya yang tipis itu.

- iiiihhh – rintahnya kesenangan.
- hmmm – terusnya kesenangan.

Aku memang mempercepat jariku bermain dibagian pangkal pahanya yang terbuka lebar itu. Badannya agak turun naik bersandar di sofa itu menikmati hisapanku dan goyangan jemariku.

- Sayang … – rintihnya
- yang bawah …. – ujarnya tidak jelas, lirih …

Tangannya kemudian mendorong turun kepalaku ke perutnya. Terus turun ke pangkal pahanya. Terlihat bercak bercak basah pada celana dalamnya yang tipis, membentuk indah apapun yang tersimpan di dalamnya. Kutarik sedikit kain itu kesamping, memperlihatkan milik mbak Peggy yang berwarna merah muda di tengah hitam lebat bulu di bagian sekitarnya. Kutarik ke samping dan kuhisap bagian yang atas, dan menggoyang dengan jemariku lubang dibawahnya. Segera terdengar rintihan mbak Peggy yang menjadi jadi. Kuteruskan dengan hisapan dan permainan lidah dibarengi dengan jemariku bermain cepat, aku mulai menurunkan semua celanaku sampai betiss. Kutarik sebentar pusakaku menyakinkan keras dan tegangnya sebelum beraksi. Setelah lama membuat mbak Peggy merintih terus saat kuhisap panggal paha dan kupermainkan dengan jemariku, aku mulai mengangkat kepalaku bergerak ke atas menghisap dadanya lagi. Kali ini pusakaku sudah siap meluncur masuk ke celah yang terbuka dengan bantuan tanganku menjaga celana dalamnya tetap tertarik kesamping.

- OOOwwwh – teriakan mbak peggy menarik nafas.

Aku sudah mulai mengukur dalam lubang mbak peggy dengan terus menerus menekan hingga pangkal pahaku menempel pada miliknya. Tidak bisa masuk lebih dalam lagi, sudah saatnya kuputar, kutarik, kumasukkan lagi bergantian. Berulang ulang. Mbak Peggy juga mengerang-erang menikmatinya.

- AAOOuuwwwh – desahnya berulang-ulang.

Badanya mulai miring, mengajakku berbaring. Kuikuti tanpa menghentikan kegiatanku, kuangkat kaki kanannya ke sandaran kursi dan kutahan tetap di sana, saat aku berusaha mendorong-dorong terus tubuhnya saat pusakaku masuk. Kembali memegang dan mendekap kepalaku ke dadanya ia menikmati apa yang kita berdua lakukan. Kepala mbak Peggy sudah sampai di ujung sandaran sofa, saat kutarik dan kudorong tubuhku kearahnya berulang-ulang.

- Aawwhhh. AHH!
- OUUww. OUH!

Ia terus berseru sesuai irama yang kumainkan. Sekarang kepalanya meluncur turun. tubuhnya mulai ke bawah, sementara kakinya tetap di atas sofa. Kudorong sedikit meja yang membuatku terlihat sempit area gelanggang kami, dengan kakiku. Akhirnya kutarik kakinya ke bahuku, kucondongkan tubuhku menindihnya ke karpet bulu di bawah, kuhujamkan pusakaku ke liangnya dengan cepat dan ganas kutarik dan kumasukan bergantian. Mbak Peggy merintih, terengah dengan mulut terbuka da menoleh ke samping kiri. Matanya terpejam dan terbuka bargantian.

Kupercepat gerakanku, kutindih badannya yang terhalang kakinya, terengah aku dibuatnya, dan kurasakan ujung perjalanan permainku mulai terlihat. Apalagi erangannya terus menerus membuatku tambah bergairah.

Makin kupercepat gerakanku secepat yang aku bisa lakukan.

Semakin cepat . .. cepat ..

Tak beberapa lama mbak peggy berteriak nyaring

- AAAAARRGGHHHHH! HHSSSSSS ….

Tangannya membentang melebar, meremas karpet bulunya, dadanya bergetar dan dagu di wajahnya di tarik ke atas …Bergoyang semua tubuhnya berkelojotan, menyambut keinginannya yang dicapai.

Aku juga mulai terasa gemetar di pahaku merasakan kemunculan puncak keinginanku yang telah datang, Kupercepepat sekilas, akhirnya tersembur keluar energi cairku dan masuk ke dalam liang lubang indah yang basah milik mbak Peggy.

Dipeluknya kepalaku, beberapa saat berselang kubiarkan moment ini berlalu.

- HRRRRRRRR!! Jangan pulang ya sayang, semalamlah di sini
- Kubuatkan sesuatu tuk menambah energiemu sayang ….

Mbak peggy berdiri ke arah dapur sambil mengenaka blues kemejanya, tapi melepaskan bra dan melemparnya ke atas meja.
Diam saja tanda mengiyakan, aku meraih pakaianku menuju kamar mandi yang terbuka sedikit pintunya. Sambil berjalan mengenakan bajuku, dan menjinjing kedua celanaku aku melirik kejendela ruang tengah yang besar itu, aku tersentak Muji, pembatu Mbak Peggy, setengah berjongkok dan bersandar pada kursi teras tengah, memainkan kemaluannya dengan tangan kanan. Celana dalamnya telah mencapai mata kakinya yang bertemu. Roknya tersingkap ke atas, dan kancing kaos kerahnya telah membuka memperlihatkan belahan dada yang ranum putih kencang di dalalmnya. Tangan kanannya mengusap-usap dengan cepat naik turun dan memutarnya bergantian di kemaluannya, memperlihatkan bentuk yang indah dengan bulu yang jarang dan halus disekitarnya. Matanya terpejam, kepalanya terkulai kebelakang, tangan kirinya memegang pegangan kursi dengan erat.

- SREEEK!! – gesekan pintu kaca geser diruang tengah bersuara nyaring amat sangat mengejutkannya.

Dengan tergesa-gesa ia berusaha berdiri sambil menarik celananya ke atas. Matanya terbelalak menatapku

- Maaf mas!! maaf …

Dengan cepat kuraih kedua tangannya sebelum selesai melakukan tugasnya dengan baik, kutarik ke dalam ruang tengah.

- Lho Muji, kenapa kau ?? – dari dalam nyonya Peggy yang mengenakan blues kemeja tanpa pakaian dalam menghampiri kami.

Sambil kutarik dan kudorong menuju sofa, Muji yang sempoyongan tersangkut celana dalamnya yang masih di lutut meminta maaf sambil merengek takut.

- Ampun nyonya, ampun …
- Saya sering melihat nyonya melakukan dengan laki-laki, saya tak sengaja ikut memegang punya saya nyonya.
- Ampun nyonya, jangan dimarahi, maaf kalau sering mengintip dan melihat nyonya, tapi jangan marah.

Dengan refleks aku membungkuk, menarik ke bawah celananya ke mata kaki, kemudian meraih kaos kerahnya dan menariknya menutup kepalanya saat ia membungkuk memncoba meraih celana dalamnya. Masih kebingungan kehilangan keseimbangan segera kuraih resleting rok bawahnya dan menarik membukanya. Masih bergoyang badannya bingung ingin membetulkan yang mana, tanganku sudah mendorong memutar tubuhnya melepaskan branya. Akhirnya kuraih tangannya dan mengangkat ke depan serta menarik kaosnya hingga terlepas. Muji yang terkejut kejut akhirnya kudorong terduduk di sofa. Ia kini duduk telanjang menatapku. Badannya bagus, masih remaja, umur belasan mungkin. Buah dadanya ranum setangah matang, bulu lembut bawahnya masih halus, kulit tubuhnya kuning.. Mbak Peggy sudah berada di sebelahku sambil berkata pelan kepadaku.

- Teruskan sayang, aku mulai menikmatinya. – tangannya mulai memegang pusakaku yang masih terkulai.

Sambil memijitnya, Ia membujuk Muji agar menuruti kemauanku. Muji yang sekarang menutupi mulut dan merapatkan kedua tangannya menyembunyikan dadanya yang ketat dan ranum berusaha menolak sambil menggeleng dan memberikan alasan2 agar kami tidak melakukan apa2.

- saya belum pernah, Nyonya, saya belum menikah
- Aaah, nanti kau akan terbiasa kok. semua memang ada awalnya.
- tolong jangan diteruskan mas, saya takut … – rintihnya memelas.

Aku bergerak menuju sofa dan duduk di sebelah kirinya. Sambil merangkul dengan tangan kananku, kutarik ia sedikit bersandar ke arahku. Mbak Peggy kembali mendekat ke arahku, meraih pusakaku sambil meremasnya perlahan, dan terus membujuk Muji menuruti kemauanku.

- Iihhh – rintih Muji, saat aku melakukan usaha pertamaku

Tangan kiriku sudah menggapai dada kirinya dan meremas buah dadanya secara perlahan, sementara tangan kananku menarik ke atas tangan yang menutupinya. Dengan cepat kuraih lehernya dengan mulutku, kuhisap dalam-dalam sambil menggigit gigit perlahan leher di bawah telinganya.

- Huuuuu .. huuu – Muji mulai menangis perlahan.

Ku melihat matanya mulai basah, menatap pasrah ke arah kanan ke ruang dapur. Mbak Peggy berhenti melakukan kegiatannya, berdiri dan bergerak kebelakang sofa. Dengan kedua tangannya meraih kedua tangan Muji dan menariknya ke atas sambil berkata

- Sudah tenang saja. Mas ini akan melakukannya. Kau nikmati sajalah daripada melawan. – katanya tegas.

Tangan kananku kutarik dari belakangnya, dan mulai mengusap dada kirinya, sementara tangan kiriku mulai turun ke perutnya dan meremas perlahan bawah pusarnya. Dengan sedikit menekan aku mengarahkan ke bawah, menjamah bulu lembut di bawahnya dan terus turun ke pangkal pahanya.

Refleks ia mengangkat lututnya, merapatkan keduanya berusaha melindungi miliknya. Aku segera bergeser ke depan tubuhnya, dengan kedua tanganku membuka lututnya, terus turun membuka pahanya. Muji meringis menangis perlahan sambil menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Aku telah berlutut, diantara kedua pahanya yang menjepit tubuhku. Kepalaku mulai kucondongkan kedepan, mencoba meraih dadanya yang ranum itu.

- Hiiihhhh – jeritnya diantara sesenggukan tangisnya, saat kuhisap dalam-dalam sambil meremas buah dada di sebelahnya.

Kuteruskan menghisap, dan meremas yang akhirnya kurasakan sedikit bergetar sesaat.
Tangis Muji berhenti, kepalanya tetap tertunduk dan matanya terpejam. Lehernya yang terbuka segera kusambar dan kuhisap dalam2 sambil meremas memerah kedua buah dadanya dengan tanganku.

Tangan Muji mulai meremas kepalaku saat mbak Peggy melepaskannya. Kembali mbak Peggy bergerak ke depan sofa. Dan duduk disebelah kanan Muji sambil mengangkat kaki kirinya ke sofa. Tangan kanannya mulai bergerak memutar pangkal pahanya sambil memperhatikan kami berdua.

Beberapa saat kubiarkan gerakan ini hingga mulai terasa nafas Muji sedikit terengah. Kumiringkan ia ke arah Mbak Peggy yang menyambut dan memeluknya sambil meraih buah dada Muji. Kuturunkan kepalaku kepusar Muji, terus turun ke arah pangkal paha yang masih sedikit terkuak itu.

Mbak Peggy sedikit melotot melihat aku mulai memaksa membuka kuda pangkal paha Muji lebar-lebar, dan menahan kaki kirinya ke atas sandaran sofa. Wajahku mulai menghunjam mencium bertubi tubi ke pangkal paha muji. Mempermainkan lidahku di dalam lubang lempitannya, mencoba meraih dalamnya, dan menyentuh daging kecil yang menonjol di dalamnya.

Segera kuputar lidahku sambil menghisap dalam-dalam area disekitar daging kecil itu, yang membuat paha Muji bergetar lagi sesaat diiringi erangannya.

- Erhh!! mas … – serunya, bingung ingin mengucapkan apa yang dirasakannya.

Kuteruskan gerakanku beberapa saat, kemudian kutarik tangan kananku ke arah pangkal paha Muji. Kaki kirinya tetap dibiarkannya terbuka dan berada di sandaran sofa, menikmati gerakanku di kemaluannya.

Kusentuh kemaluannya dengan tangan kanan, dan kuraba kucari letak lubang sempitnya, kucoba menyentuh dan sedikit mendorong ke dalam, membuat Muji mengerang jelas sekarang.

Mbak Peggy mulai mengusap pangkal pahanya sendiri dengan tangan kanan dengan cepat, sementara tangan kirinya meremas dan memiijit dada Muji yang bersandar pada dirinya. Mata mbak Peggy tak berkedip ke arah gerakanku yang mulai pelan pelan memasuki lubang rapat dekat mulutku itu.

Benar-benar masih sempit! tertolong dengan kondisi basah liur atau cairan Muji sendiri, jari tengahku mulai masuk perlahan dan kutarik perlahan bergantian. Muji terus mengeluarkan suara erangan sambil menutup matanya.

Beberapa saat kemudian Mbak Peggy bangkit dari sofa, meletakkan tubuh Muji telentang tetap memejamkan mata, dan mulut sedikit terbuka mengeluarkan erangan2 kecil. Mbak Peggy berlutut diantara kedua pahaku yang menungging di atas sofa, meraih pusakaku dan meremas dan memijitnya berulang ulang. Kemudian ia berputar menengadah keatas mengulum dan menghisap pusakaku dari bawah.

Tubuh Muji maju mundur dengan cepat, telentang di sofa, menggoyang pangkal paha dan menggesekkan dengan cepat ke mulutku.
Berulang ualng sampai ia membuka matanya, menunduk menatapku di bawahnya, kedua tangannya dengan cepat mendekap kepalaku dan menariknya masuk dalam-dalam ke pangkal pahanya diikuti gerakan pantat dan pangkal pahanya yang semakin cepat.

- UUUUgggghhhhhh – mulutnya meruncing, Muji mengerang nyaring

Tubuhnya bergoyang, otot perutnya menegang, tangannya menekan kepalaku kuat2, badannya sedikit terangkat membungkuk ke arahku, sambil berteriak panjang. kedua kakinya menjepit dadaku dari samping dengan kuat. Muji berkelojotan sesaat, kemudian berhenti bergerak. Akhirnya Muji terlentang kembali dengan sedikit lemas dan kembali menutup mata ia membiarkan jari tengahku tetap bermain-main di sekitar mulut lubang miliknya.

Pusakaku yang sudah kencang berkat usaha Mbak Peggy, kini kutarik dari mulutnya. Sambil bergerak maju ke arah Muji aku telah berjongkok di depan pangkal pahanya yang masih terbuka. Kudorong sedikit belakang lututnya, dan kulebarkan pangkal pahanya, pusakaku kini telah siap menghujam lubang Muji yang masih memjamkan matanya.

Perlahan dengan tangan kiriku, pusakaku kumasukan kepalanya ke dalam kubang yang telah basah milik Muji.

- IIIIhhhh!! – sambil memejamkan mata Muji meringis mengerutkan alisnya.

Masih sempit!! milik Muji sempit sekali. entah belum pernah atau jarang dipakai, pusakaku masih tertahan setengah kepalanya di mulut lubang Muji. Kutarik dan kubenamkan lagi perlahan. Sekali lagi Muji merintih sambil meringis. tangannya mulai mencengkeram sandaran sofa di belakang kepalanya. Sekali lagi aku menarik dan berusaha membenamkan kepala pusakaku. Muji merintih lagi. Terus berulang ulang. Kali ini suara Muji tak terdengar, meskipun ia tetap meringis dan mengerutkan alisnya. Kali ini tanpa kutarik, pusakaku kubenamkan dalam-dalam, berusaha masuk ke lubang yang sangat sempit itu. Sambil kugoyang, aku mulai bisa membenamkan sepertiga bagian yang berulang ulang kutarik maju mundur itu. Mbak Peggy mulai duduk menghadap kami, sambil tangannya yang satu meremas dada Muji, dan satunya lagi memijit dan mungusap pangkal paha Muji. Tiba-tiba pusakaku masuk semakin dalam dengan cepat, terasa pangkal pahaku telah terbentur dengan pangkal paha Muji, diiringi teriakan nyaring Muji

- AAAAAaahhhhhhh!!! – matanya terbelalak, kembali berair menatapku dan mbak Peggy.

Agaknya aku telah membongkar dinding dalam lubang Muji, yang masih terasa sempit itu. segera kutarik setengah dan kubenamkan seluruh pusakaku bergantian berulang ulang.

- AAh!! AAhh!! AAhh!! teriakan pendek Muji dan pahanya yang naik turun menggoyang tubuhnya maju mundur.

Kami melakukanya beberapa saat, menikmati gesekan dan pijitan di kemaluan kami masing2, yang disambut dengan berdirinya Mbak peggy dan mulai melangkahi badan Muji, kini Mbak Peggy berdiri di sofa dengan kemaluannya mengarah wajahku. Kedua tanganku yang menahan belakang lutut Muji agar pahanya tetap terkuak, mulai digantikan dengan kaki Mbak Peggy yang berusaha membantuku tetap membuka pangkal paha Muji. Kedua tangan Mbak Peggy meraih kepalaku dan membenamkannya di pangkal pahanya sekarang. Dengan refleks tangan kiriku juga mulai memasuki lubang Mbak Peggy, sementara tangan kananku memijat erat2 pantanya. Tubuh Muji bergetar lain dari sebelumnya, saat kupercepat gerakanku menusuk dan mendorong ke arah tubuhnya.

Di saat pusakaku mulai terasa amat sangat tegang, suara Muji terdengar menjerit dan melenguh panjang

- AAAAAArhhhhh oooooooohhhhhhhh -

Terasa tubuhnya bergetar sangat hebat, pahanya menegang dan kedua kakinya terjulur lurus terbuka lebar sambil bergetar dan bergoyang cepat. Lalu diam. tak bergerak, hanya pergelangan kirinya di sandaran kursi terlihat lurus seolah olah jinjit dan sedikit berbergetar. Ada semprotan basah di dalam lubang Muji saat kuikut berdiam membenamkan pusakaku ke dalam milik Muji.

Kulirik Mbak Peggy masih mengahadap langit-lagit menikmati hisapan dan gerakan jari kiriku pada miliknya. Kutarik ke bawah, turun dari sofa, Mbak Peggy kini kuarahkan untuk membungkuk menjangkau sandaran sofa. Perlahan kubuka pahanya dari belakang dan ku arahkan pusakaku ke dalam milik Mbak Peggy yang sudah siap menerima dari tadi.

Kubenamkan dalam-dalam diiringi tarikan nafasnya yang tertahan

- Hhegh!! -

Aku terus mendorong tubuhku dan tubuh Mbak Peggy maju mundur mempertemukan pangkal pahanya. Kulakukan dari belakang sambil memperhatikan pinggang Mbak Peggy yang ramping. Lubang Mbak Peggy lebih lebar, tak terasa sempit seperti milik Muji, tak terasa denyutan lembut di dalam seperti milik Muji. Segera saja kucabut pusakaku dan bergerak ke meja dapur meraih botol beerku tadi.
Mbak Peggy yang terpejam dari tadi belum mengerti apa yang terjadi, saat kutarik kesamping tubuhnya dan kudorong telungkup menindih tubuh Muji yang terlentang di sofa. Sambil menahan tubuhnya, Mbak Peggy mendesah saat kumasukan pusakaku bersama tiga jariku ke dalam lubangnya. Kulakukan terus menerus hingga rindu dengan lubang sempit Muji timbul, melihat bentuknya yang indah dibawah Mbak Peggy.. Akhirnya kucabut pusakaku, kugantikan dengan botol yang kusiapkan tadi. Lebih besar dari punyaku memang, tapi Mbak Peggy tetap bergoyang seperti tadi saat kumasukan kepala botol pada miliknya. Kumasuk dan keluarkan botol sambil memutarnya, menimbulkan erangan Mbak Peggy semakin keras. Kali ini kuarahkan kepala pusakaku pada milik si Muji. Kumasukan. Tersentak tegang otot di sekitarnya. Terkejut si Muji, sambil merangkul Mbak Peggy ia merintih

- Arrrh …
- Uh!! Uh!!

Suara Mbak Peggy bersahutan dengan lengkingan si Muji. Pusakaku kembali merasakan sensasi lubang sempit berbalut lendir dan ada yang berwarna sedikit merah di lubang Muji. Nikmatnya membuat tubuhku terus bergoyang tak berhenti, sampai beberapa lama, Saat aku mulai merasa hampir mencapai puncakku, kupercepat gerakanku. Terdengar teriakan kecil si Muji bersahutan dengan Mbak Peggy.
Kulepaskan nafasku di kerongkongan sambil melepaskan cairan hangat keluar dari pusakaku menyembur keluar mnyemprot liang dalam lubang milik Muji. kurasakan ia masih bergoyang cepat sesaat sebelum ikut berhenti. Mbak Peggy terlihat mulai mempercepat gerakannya, goyangannya maju mundur sementara botol yang kumainkan di dalam milik mbak Peggy semakin dalam dan semakin cepat berputar dan bergoyang serta keluar masuk.
Sesaat kemudian

- AAAAARRRRGGGHHHH – mbak Peggy melepaskan suara panjang, melebarkan pahanya dan dengan berkelojotan dan bergetar hebat pantatnya maju ke depan menjepit botol dan jemari tanganku.

Selang beberapa saat, kucabut tanganku beserta botolnya dan kutarik Mbak Peggy ke arah kursi sofa tungggal, dan kududukan di sana. Terengah engah ia menyandarkan badannya ke kursi, memejamkan matanya. Kutarik bangun Muji dan kuajak berbaring di lantai karpet bulu bersama. Sambil mengusap seluruh tubuhnya dan menjamah bagian2 indah miliknya, aku berbaring di sampingnya beberapa saat lamanya. Kulihat matanya yang berair meneteskan air matanya, masih terpejam Muji tersenyum kecil, menikmati petualangannya yang pertama kali.

Ah, dengan sedikit lemas lututku aku bergerak meraih kembali pakaianku dan berdiri bergerak ke kamar mandi, meneruskan rencanaku membersihkan badan yang tadi tertunda…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar